Wiki Nuklir

Nuklir untuk Energi

Daftar Isi

Apa itu pembangkit listrik tenaga nuklir, atau bisa disingkat PLTN? Sederhananya, PLTN adalah pembangkit listrik yang memanfaatkan reaksi fisi untuk menghasilkan energi. PLTN pada dasarnya memiliki cara kerja yang sama dengan PLTU. Akan tetapi, bahan bakarnya aja yang berbeda. Jika PLTU menggunakan batu bara untuk memanaskan air untuk menjadi uap dan uapnya diubah jadi listrik, PLTN menggunakan reaksi fisi nuklir untuk memanaskan airnya. Selebihnya, semua prosesnya sama antara PLTN dan PLTU. Sejak ditemukannya proses fisi pertama di tahun 1951, ada begitu banyak jenis reaktor nuklir yang berkembang di seluruh dunia. Yang saat ini paling banyak digunakan adalah reaktor nuklir berpendingin air atau biasa disebut light water reactor. Seperti namanya, reaktor jenis ini memanfaatkan air untuk mendinginkan bahan bakar nuklir yang sedang berfisi. Bahan bakar nuklir ini adalah sumber panas yang harus didinginkan secara terus menerus, dan air mengambil peran itu.

Layaknya industri yang lain, seiring berjalannya waktu, banyak jenis PLTN yang ada di dunia, bukan cuma yang berpendingin air. Ada yang menggunakan gas untuk mendinginkan, ada yang menggunakan garam, dan lain-lain. Selain beda pendingin, ukuran dari PLTN pun bermacam-macam. Ada yang besar banget kayak yang di Fukushima, ada yang berukuran sedang, ada juga yang bentuknya adalah sebuah kapal. Semuanya tentu mengedepankan asas keselamatan, keamanan, dan seifgard yang jelas. Perkembangan teknologi reactor nuklir pun berkembang dari masa ke masa, yang kemudian disebut sebagai generasi dari reaktor nuklir. Generasi 1, 2, 3, 3+, dan 4.

Reaktor nuklir generasi 1 adalah jenis-jenis reactor nuklir sipil awal yang mampu menghasilkan fisi dan bisa dimanfaatkan menjadi listrik. Reaktor generasi ini muncul di tahun 50 sampai 60-an. Generasi 2 lebih ekonomis dan bisa dikomersialkan daripada generasi 1. Disinilah jenis reaktor dengan pendingin air bermunculan dan marak untuk dibangun. Teknologi reaktor yang muncul di generasi 2 ini sangat popular karena menguntungkan secara ekonomi di masanya. Reaktor generasi 3 sebetulnya memiliki teknologi yang sama dengan generasi 2. Namun perbedaannya terletak pada tingkat keselamatan yang lebih baik dan desain yang lebih padat atau kompak. Kemungkinan kecelakaan juga tereduksi secara signifikan di generasi 3. Keuntungan lain adalah reaktor generasi 3 ini memiliki umur operasi hingga 60 tahun dan bahkan dalam beberapa kasus bisa diperpanjang hingga 80 tahun. Generasi 3+ memperkenalkan konsep keselamatan pasif, untuk menanggulangi apabila sama sekali tidak ada listrik untuk mengalirkan air pendingin ke reaktor nuklir. Dengan konsep ini, kecelakaan nuklir menjadi lebih berkurang lagi secara signifikan. Dan yang terakhir, reaktor generasi 4 adalah reaktor yang nantinya diharapkan bisa menjadi jenis reaktor yang paling lengkap dari sisi keselamatan, keamanan, dan ekonomi. Jenis-jenis reaktor nuklir baru banyak dikembangkan untuk generasi 4 ini dengan harapan bisa segera direalisasikan dalam waktu dekat.

Setelah kita bahas tentang teknologinya, mari kita coba tilik sejarahnya. PLTN mencapai puncak kejayaannya di tahun 60 dan 70-an. Itulah mengapa juga presiden Soekarno melihat peluang ini dan mendirikan badan yang saat ini disebut sebagai BATAN. Di tahun-tahun tersebut, pembangunan PLTN sangat melaju pesat. Adanya harapan energi murah mendorong kemajuan PLTN. Namun, di tahun-tahun selanjutnya PLTN mengalami penurunan. Akibatnya, banyak proyek yang tertunda dan bahkan mangkrak. Ini menyebabkan kenaikan biaya konstruksi dan penundaan konstruksi PLTN, membuat PLTN semakin lama untuk dibangun. Belum lagi, adanya bencana Chernobyl membuat persepsi masyarakat kepada nuklir menjadi semakin buruk. Proyek-proyek PLTN akhirnya tidak banyak didukung dan dibiarkan begitu saja.

Di tengah remuknya industri PLTN, concern tentang penggunan nuklir untuk senjata juga menyeruak. Banyak upaya telah dilakukan untuk menangani concern itu. Diantaranya adalah pelarangan uji coba senjata nuklir, penerapa konsep safety atau keselamatan, security atau keamanan, dan safeguard yang makin diperketat, dan juga ratifikasi perjanjian non proliferasi nuklir yang melarang penyebarluasan informasi sensitif tentang teknologi nuklir yang dapat dicurigai disalahgunakan untuk membuat senjata. Upaya-upaya tersebut dibuat dalam rangka untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap PLTN.

Dan saat ini, bisa dibilang PLTN kembali menjadi bahan perbincangan karena beberapa perusahaan startup yang mulai mencoba membangun PLTN dengan desain baru. Startup-startup ini rata-rata mencoba mengembangkan reaktor yang lebih kecil dan modular, seperti lego, sehingga akan memudahkan konstruksi dan menurunkan biaya operasi. Di sisi lain, beberapa negara menunjukkan ketertarikan untuk membangun reaktor berukuran besar. Berdasarkan data dari IAEA, otoritas nuklir di bawah PBB, per 2018 terdapat sekitar 400 PLTN yang tersebar di seluruh dunia. Seluruh datanya tercatat dengan baik oleh IAEA. Saat ini, beberapa negara seperti Tiongkok, Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, dan Korea Selatan sedang merencanakan pembangunan PLTN baru di negara mereka. Jenis teknologi nuklir yang akan dibangun pun beragam, dari yang menggunakan pendingin air, gas, berukuran besar, sedang, dan lain-lain. Ini bisa menjadi pertanda yang baik untuk industri PLTN dunia.

Setelah kita bahas seluruh dunia, coba kita bahas bagaimana Indonesia merespon menggeliatnya teknologi nuklir ini. Kondisi kita di Indonesia saat ini hanya memiliki 3 reaktor riset, yaitu di Serpong Tangerang Selatan, Bandung, dan Yogyakarta. BATAN sebagai lembaga yang ditunjuk negara untuk mengembangkan nuklir di Indonesia pun membuat rencana membangun reaktor daya eksperimental, yang pada dasarnya merupakan PLTN tapi dengan skala yang lebih kecil dan digunakan untuk riset. Namun, rencana ini batal. Dari sisi undang-undang, PLTN masih menjadi opsi terakhir sumber daya yang bisa digunakan untuk listrik. Ini cukup ironis mengingat hanya Indonesia dari 10 negara dengan populasi terbesar di dunia yang tidak memiliki PLTN. Ada banyak ide yang berkembang untuk PLTN di Indonesia. Aku juga punya pendapat. Kalo menurutku, teknologi PLTN yang tepat untuk Indonesia adalah reactor dengan pendingin air namun dengan ukuran yang sedang bahkan kecil. Teknologi ini sudah ada sebenarnya. Dan karena dia menggunakan pendingin air, teknologinya sudah terbukti aman. Keuntungan dari teknologi ini adalah dia berbentuk modular, seperti lego, yang bisa disusun-susun sesuai kebutuhan. Selain itu, ukuran kecil juga cocok untuk Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Masalah transmisi listrik akan bisa tertangani dengan menggunakan teknologi ini.